#29 | MENGAJAK UNTUK MENTAUHIDKAN ALLAH

Share

Sebagaimana rasul-rasul sebelum beliau, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah dan meninggalkan peribadahan kepada yang selain-Nya. Ini adalah inti dakwah seluruh Rasul. Walau pun mereka berbeda syariat, akan tetapi misi mereka adalah satu, yaitu mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah.

Hal ini dikhabarkan oleh Allah subhanahu wata’ala di dalam banyak firman-Nya. Di antaranya Allah berfirman,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.” (An Nahl: 36)

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada dzat yang berhak diibadahi melainkan Aku, maka beribadahlah kepada-Ku”. (Al Anbiya : 25)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan dakwah kepada Islam secara terang-terangan (dakwah jahriyyah) di tempat-tempat berkumpulnya kaum musyrikin. Beliau membacakan Kitabullah kepada mereka dan menyampaikan ajakan yang selalu disampaikan oleh para Rasul terdahulu kepada kaum mereka, “Wahai kaumku, beribadahlah kalian hanya kepada Allah.”

Apa yang beliau serukan ini, sama dengan apa yang diserukan oleh Nabi Nuh ‘alaihis salaam. Allah berfirman,

لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata, “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Sesembahan (yang haq) bagimu selain-Nya.” (Al A’raf: 59).
Demikian juga yang diserukan oleh Nabi Hud ‘alaihis salam,

وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Sesembahan (yang haq) bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?”” (Al A’raf: 65).
Demikian juga apa yang diserukan oleh Nabi Shalih‘alahissalam,

وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shalih. Ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Sesembahan (yang haq) bagimu selain-Nya. ” (Al A’raf: 73).
Ini juga yang didakwahkan oleh Nabi Syu’aib ‘alahissalam. Allah berfirman,

وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Sesembahan (yang haq) bagimu selain-Nya. ” (Al A’raf: 85).
Dari sini kita ada pelajaran penting yang kiranya bisa diambil oleh para dai, bahwa hendaknya para dai menjadikan tauhid sebagai prioritas dakwah mereka karena inilah yang menjadi inti sari dari dakwah para Nabi dan demikian juga para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai suri teladan bagi para juru dakwah. [1]


PERBEDAAN SYARIAT TIDAK MENAFIKAN MISI UTAMA PARA RASUL

Di dalam hukum syariat, memang Allah telah menjadikan banyak perbedaan antara para Rasul, sesuai dengan hikmah dan maslahat yang diinginkan oleh Allah pada setiap ummat. Hal ini Allah jelaskan dalam firman-Nya,

لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (Al Ma`idah: 48)
Al Imam Ibnu Katsir menyebutkan bahwa di dalam ayat ini Allah memberitakan perihal umat-umat yang beraneka ragam agamanya dipandang dari aneka ragam syariat mereka yang berbeda-beda sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh Allah melalui rasul-rasul-Nya yang mulia, tetapi sama dalam pokoknya, yaitu ajaran tauhid. [2]
Apa yang disebutkan oleh Ibnu Katsir ini semakin jelas dengan keterangan Qotadah rahimahullah. Beliau mengatakan,
“Makna yang dimaksud ialah jalan dan tuntunan. Tuntunan itu berbeda-beda. Taurat memiliki syariat sendiri. Injil memiliki syariat sendiri. Al Quran pun memiliki syariat sendiri. Di dalam kitab suci-kitab sucinya Allah menghalalkan apa yang dikehendaki-Nya dan mengharamkan apa yang dikehendaki-Nya, yaitu untuk menyatakan siapa yang taat kepada-Nya dan siapa yang durhaka. Satu-satunya agama yang diterima oleh Allah adalah agama tauhid dan ikhlas kepada Allah semata. Agama inilah yang didatangkan oleh semua rasul.” [3]
Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

وَاْلأَنْبِيَاءُ أَوْلاَدُ عَلاَّتٍ، أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِيْنُهُمْ وَاحِدٌ
“Para nabi itu saudara seayah, ibu-ibu mereka berbeda dan agama mereka adalah satu.”
Maksudnya adalah pokok agama mereka satu yakni tauhid. Adapun cabang syariat mereka berbeda-beda. Tujuan diutusnya para nabi yaitu membimbing seluruh makhluk diserupakan dengan ayah yang satu, sedangkan syariat mereka yang berbeda bentuk dan tingkatannya diserupakan dengan para ibu. [4]


NABI DIUTUS UNTUK SELURUH UMAT MANUSIA

Selain perbedaan syariat, perbedaan lain dari dakwah yang diusung oleh Rasulullah ditujukan kepada seluruh umat manusia. Berbeda dengan dakwah para nabi terdahulu yang dakwahnya ditujukan bagi umatnya saja secara khusus. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada seluruh ummat manusia, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (Saba’: 28)
Allah ‘azza wa jalla berfirman dalam perintah-Nya kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,

قُل يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنِّي رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيكُم جَمِيعًا
Katakanlah, “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua.” (Al A’raf: 158)
Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim, dari sahabat Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً
“Dan adalah nabi terdahulu diutus kepada kaumnya secara khusus, sedangkan aku diutus kepada seluruh manusia.” 
Oleh karena itu setiap orang yang keluar dari syariat Muhammad shallallahu alaihi wasallam maka dia kafir. Dan ketika mati tempatnya kelak adalah neraka jahannam sebagaiamana yang disebutkan di dalam hadits shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad di tanganNya, tidaklah seorangpun di kalangan umat ini, Yahudi atau Nashrani, mendengar tentang aku, kemudian dia mati, dan tidak beriman kepada apa yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk para penghuni neraka.” (HR. Muslim) 
Yang demikian itu karena paska diutusnya Rasulullah, maka agama Yahudi dan Nashrani yang mereka peluk menjadi agama yang batil. [5] 


**********


Wallahu a’lam.

CATATAN KAKI:
[1] Baca rincian permasalahan ini pada risalah Tauhid Awwalan ya Duatil Islam karya fadhilatus Syaikh Al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani dan juga Manhajul Anbiya` fid Da'wah ilallah, karya Asy Syaikh. DR. Rabi’ bin Hadi Al Madkhali
[2] Tafsir Ibnu Katsir, surat Al Maidah ayat ke 48.
[3] Ibid.
[4] Zainuddin Al Munawi, Faidul Qadhir, (Kairo: Maktabah Tijariyah Al Kubro, 1356 H), jld. 3, hlm. 47.
[5] Abdurrahman bin Nashir Al Barrak, Syarah Al Ushul Ats Tsalatsah, hlm. 43.