#47 I WAFATNYA ABU THALIB & PELAJARAN DI BALIKNYA (Bag Ke-2)

Share

Para pembaca yang budiman, para artikel yang terakhir telah kita paparkan bagaimana kisah akhir hayat Abu Thalib dan beberapa hikmah yang berkaitan dengannya. Di antara hikmah penting lainnya dari kisah tersebut:


HIDAYAT TAUFIQ BERADA DI TANGAN ALLAH 

Sesungguhnya hidayah taufiq itu berada di tangan Allah Ta'ala, bukan di tangan manusia. Sehingga setiap muslim hanya berkewajiban untuk berdakwah, menyampaikan kebenaran. Ini yang disebut sebagai hidayah dilalah wal irsyad (mengarahkan dan membimbing), sebagaimana firman Allah,

وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ 
“Dan sungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke jalan yang lurus.” (Asy Syuura: 52) 

Sedangkan taufiq agar orang itu mengikuti kebenaran yang disampaikan, maka ini kewenangannya hanya ada di tangan Allah. 

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (Al Qashash: 56) 

Hal ini merupakan hiburan bagi setiap da'i ketika ia terkadang melihat segala usaha dakwahnya terlihat sia-sia. Ketika ia mengingat usaha Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang tidak berhasil mengislamkan paman beliau Abu Thalib, dia akan menyadari bahwa keberhasilan dakwah itu sangat tergantung dengan hidayah taufiq dari Allah.


BETAPA DAHSYATNYA ADZAB NERAKA

Hikmah lainnya dari kisah ini adalah kita menjadi tahu demikian dahsyatnya adzab neraka. Abu Thalib mendapat adzab neraka yang paling ringan, tapi perhatikan adzab apa yang dia terima! Dia diadzab pada tempat yang dangkal di neraka sehingga sampai pada kedua mata kakinya, yang karena panasnya sehingga otaknya mendidih. Ini menunjukkan betapa dahsyatnya adzab neraka yang lebih dari itu. 


ABU THALIB MATI DI ATAS KEKUFURAN

Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Ta'ala, 

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (Al Qashash: 56) 

Al Imam An Nawawi mengatakan bahwa para ulama tafsir telah bersepakat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan kasus kematian Abu Thalib.

Ayat lain yang berkaitan dengan matinya Abu Thalib dalam keadaan kufur,

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang yang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penginuni neraka jahannam. (At- Taubah: 113) 


ALLAH MENERIMA TAUBAT SESEORANG SEBELUM SAKARATUL MAUT

Disebutkan dalam dua kitab hadits yang shahih bahwa ayat ini turun setelah Nabi mengatakan berkenaan dengan pamannya, Abu Thalib, "Demi Allah, sungguh aku akan memintakan ampunan buatmu selama aku tidak dilarang untuk itu." 

Ini menunjukkan sahnya taubat atau keislaman seseorang menjelang kematiannya. Karena kalau saja tidak sah taubat atau masuk Islamnya, maka pasti Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak menyuruh Abu Thalib untuk masuk Islam menjelang ajalnya tiba. 

Namun apabila dia bertaubat tepat ketika ajal itu tiba, maka taubatnya tidak akan Allah terima. Allah berfirman,

وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئاتِ حَتَّى إِذا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ
"Tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan sesungguhnya saya bertaubat sekarang." (An Nisa’: 18)

Dalil lain yang menunjukkan Abu Thalib meninggal di atas kekafiran adalah apa yang diucapkan Abu Thalib, bahwa dia tetap di atas agama Abdul Mutthalib.


WAJIBNYA MENUNAIKAN HAK KARIB KERABAT

Dalam kisah ini nampak jelas pemenuhan hak-hak yang terkait dengan karib kerabat. Betapa besar perhatian dan harapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam agar paman beliau Abu Thalib masuk ke dalam islam. Hal itu disebabkan hubungan kekerabatan beliau dengannya, karena hak sanak kerabat jauh lebih besar daripada hak orang lain atas kita. Karenanya, Allah Ta'ala berfirman,

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى 
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu-bapa dan karib-kerabat.” (An Nisaa: 36) 
Dan Allah Ta'ala berfirman kepada Rasul-Nya, 

وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأقْرَبِينَ
Dan berilah peringatn kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (As Syua'ra: 214) 
Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya memberikan perhatian yang lebih kepada sanak kerabatnya dengan mengajak, menasihati, dan mengarahkan mereka kepada kebaikan. Sementara itu, kita sering menjumpai orang yang aktif berdakwah untuk Islam, tetapi ia banyak melupakan sanak kerabatnya sendiri. Hal ini hendaknya menjadi perhatian bagi setiap da'i di jalan Allah. 


BALAS BUDI ATAS KEBAIKAN SESEORANG

Sebuah sikap balas budi yang baik ditunjukkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada pamannya, Abu Thalib, yang selama ini telah memberikan dukungan dan pembelaan kepada Rasulullah. 

Disebutkan dalam suatu riwayat bahwa suatu ketika, Abbas bin Abdul Mutthalib radhiyallahu anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengenai apa manfaat yang bisa beliau berikan kepada Abu Thalib sebagai bentuk balas budi beliau atas jasa-jasanya. 

Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan kepada pamannya, Abbas, bahwa beliau tidak melupakan jasa-jasa Abu Thalib dengan memberikan syafaat yang sangat istimewa untuknya, sehingga ia hanya diletakkan pada neraka yang dangkal dan ia adalah ahli neraka yang paling ringan siksaannya. Seandainya bukan karena syafaat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, niscaya Abu Thalib berada pada tingkatan paling bawah dalam neraka. 

Begitulah yang seharusnya dilakukan oleh orang muslim, hendaknya tidak segan-segan mengakui jasa baik orang- orang yang berjasa, serta berusaha membalas jasa mereka itu dengan sekuat tenaga. 


AMALAN MUSYRIK TIDAK BERMANFAAT

Satu poin penting yang perlu diperhatikan oleh kaum muslimin, bahwa sesungguhnya penyebab diringankannya siksaan neraka atas Abu Thalib, padahal ia mati dalam keadaan musyrik adalah syafa’at dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bukan karena amal shalih Abu Thalib sendiri. 

Dengan demikian tidak ada pertentangan di antara hadits pemberian syafaat Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Abu Thalib ini dengan prinsip kita tentang tidak ada gunanya amal kaum musyrikin. Karena peringanan siksa pada Abu Thalib ini merupakan kekhususan yang dimiliki Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan sebagai bentuk pemuliaan dari Allah yang diberikan kepada beliau, dengan diterimanya syafaat beliau untuk pamannya, Abu Thalib, padahal ia mati dalam keadaan musyrik. 

Dalam hal ini, Allah memiliki hak penuh untuk memberikan keistimewaaan kepada siapa pun yang Dia kehendaki. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagai penghulu para Nabi adalah orang yang paling berhak mendapatkan keistimewaan dan pemuliaan tersebut. 

Demikianlah beberapa hikmah dan pelajaran yang bisa kita gali dari peristiwa wafatnya Abu Thalib. Semoga bisa bermanfaat.


**********


RUJUKAN
Fiqih Sirah, Asy Syaikh Zaid Abdul Karim Zaid, hlm. 225-229