#39 | HIJRAH KEDUA KE NEGERI HABASYAH (BAG. 2)

Share

Pembaca yang budiman, pada artikel sebelumnya kita telah paparkan kisah para sahabat yang berhijrah ke Habasyah. Terakhir kita sampai pada dipanggilnya para sahabat tersebut ke hadapan An Najasyi untuk berdialog.

Masih di dalam riwayat yang sama, Ummu Salamah menuturkan...

Ketika para sahabat tiba di tempat An Najasyi, An Najasyi langsung memanggil para patriakh yang kemudian membuka lembaran kitab suci mereka. Dalam pertemuan tersebut, An Najasyi bertanya kepada para muhajirin, "Mengapa agama ini membuat kalian memisahkan dari dari kaum kalian, dan mengapa kalian tidak masuk ke dalam agamaku, serta tidak masuk ke dalam salah satu dari agama-agama yang telah ada?" Juru bicara para sahabat ketika itu adalah sepupu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, yaitu Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.

Ja’far kemudian berkata kepada An Najasyi,

"Wahai baginda raja... dahulu kami adalah ahli jahiliyah. Kami menyembah patung-patung, memakan bangkai, berzina, memutus silaturahim, serta menyakiti tetangga. Di tengah-tengah kami, orang yang kuat akan selalu menindas orang lemah. Begitulah kondisi kami hingga Allah mengutus seseorang dari kami menjadi Rasul kepada kaum kami. Kami begitu mengenal nasab keturunannya, kebenarannya dan kejujurannya. la mengajak kami kepada Allah dengan cara mentauhidkan-Nya, beribadah kepada-Nya, dan meninggalkan batu dan patung-patung yang sebelumnya kami sembah.

Rasul itu memerintahkan kami untuk berkata jujur, menunaikan amanah, menyambung tali silaturahim, bertetangga dengan baik, menahan diri dari hal-hal yang haram, dan tidak membunuh. Ia melarang kami dari perbuatan zina, berkata bohong, memakan harta anak yatim, dan menuduh berzina wanita yang menjaga kehormatannya. Ia memerintahkan kami hanya beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Ia juga memerintahkan kami shalat, zakat, dan puasa.”

Ummu Salamah berkomentar, “Ketika itu, Ja'far mencoba memaparkan asas-asas utama agama Islam...”

Lalu Ja’far melanjutkan, “Kami membenarkan Rasul tersebut, beriman kepadanya, dan mengikuti apa yang dia bawa dari sisi Allah. Hanya kepada Allah kami beribadah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Kami haramkan apa saja yang beliau haramkan, dan kami halalkan apa saja yang beliau halalkan.

Setelah itu, muncul ketidaksukaan kaum kami kepada kami. Mereka membuat teror dan mengganggu kami karena agama ini. Mereka memaksa kami kembali menyembah patung-patung, tidak menyembah Allah Ta'ala. Memaksa kami untuk menghalalkan kembali apa yang dulu pernah kami halalkan.

Karena mereka selalu meneror dan mengganggu mempersempit ruang gerak kami, dan memisahkan kami dari agama kami, maka kami pergi ke negeri tuan dan memilih tuan daripada orang lain. Kami lebih suka hidup berdampingan dengan tuan, dan kami berharap tidak disiksa lagi di sisimu, wahai baginda..."

An Najasyi lalu berkata kepada Ja'far, "Apakah engkau membawa bukti yang datang dari sisi Allah?"
Ja'far berkata kepada An Najasyi, "Ada."

An Najasyi berkata kepada Ja'far, "Bacakanlah ia untukku!"

Kemudian Ja'far membacakan permulaan surat Maryam.

An Najasyi menangis tersedu-sedu hingga jenggotnya basah oleh air mata. Para patriarkh juga menangis hingga air mata mereka membasahi lembaran kitab suci mereka ketika mendengar surat yang dibaca Ja'far.

An Najasyi berkata, "Sesungguhnya ayat tadi dibaca dan apa yang dibawa Isa alaihissalam berasal dari sumber cahaya yang sama.”

An Najasyi kemudian berkata kepada dua utusan Quraisy, Amr bin Al Ash serta Abdullah bin Abi Rabi’ah, “Enyahlah kalian berdua, hai utusan Quraisy! Demi Allah, aku tidak akan pernah mengembalikan mereka kepada kalian berdua, dan mereka tidak akan diusik sama sekali."



WAHAI AN NAJASYI, MENURUT MEREKA ISA ADALAH MANUSIA BIASA

Tatkala kedua utusan Quraisy keluar dari hadapan Najasyi, Amr bin Al Ash berkata: "Demi Allah, besok pagi aku akan menghadap Najasyi dan membabat mereka sampai ke akar-akarnya."

Abdullah bin Abi Rabi'ah, mengatakan, “Jangan kau lakukan itu, karena mereka adalah kaum kerabat kita walaupun mereka berseberangan dengan kita.”

Amr bin Al Ash lalu mengatakan, “Demi Allah, aku akan jelaskan kepada Najasyi, bahwa sahabat-sahabat Muhammad meyakini Isa bin Maryam hanyalah seorang manusia biasa."

Esok harinya, Amr bin Al Ash kembali menghadap Najasyi untuk kedua kalinya dan berkata kepadanya, “Wahai raja, orang-orang yang engkau beri perlindungan itu mengatakan suatu perkataan keji tentang Isa bin Maryam. Kalau tidak percaya, panggilah mereka dan tanyakan sendiri apa yang mereka katakan terhadap Isa bin Maryam!”

An Najasyi kemudian mengirim utusan untuk menanyakan pendapat kaum Muslimin terhadap Nabi Isa bin Maryam.

Ummu Salamah lalu berkata, “Kami belum pernah berhadapan dengan persoalan rumit seperti ini sebelumnya. Pada saat yang bersamaan, kaum Muslimin mengadakan diskusi. Sebagian di antara mereka bertanya kepada sebagian yang lain tentang apa yang akan dikatakan tentang Isa bin Maryam jika An Najasyi menanyakan tersebut...."

Maka di antara sebagian sabahat ada yang mengatakan, “Demi Allah,akan kita katakan seperti yang difirmankan Allah, dan dibawa Nabi kita. Itulah yang akan kita katakan.”
Ketika kaum Muslimin masuk ke tempat An Najasyi, beliau bertanya kepada mereka, "Apa yang menjadi keyakinan kalian tentang Isa bin Maryam?"

Jafar menjawab, "Dalam pandangan kami, Isa bin Maryam ialah seperti dikatakan Nabi kami bahwa Isa adalah hamba Allah, Rasul-Nya, ruh dan kalimat-Nya yang ditiupkan ke dalam rahim Maryam yang suci dan perawan."

An Najasyi memukul tanah dengan tangannya kemudian berkata, “Demi Allah, apa yang dikatakan Isa bin Maryam tidak jauh berbeda dengan apa yang engkau yakini.”

Para patriarkh yang ada di sekeliling Najasyi mendengus geram ketika mendengar apa yang dikatakan An Najasyi.

An Najasyi berkata, "Ada apa dengan kalian?!"

Kepada kaum Muslimin, An Najasyi berkata, “Kalian akan diberi keamanan di negeri ini. Barangsiapa melecehkan kalian, ia pasti merugi. Barangsiapa merendahkan kalian, ia pasti merugi. Barangsiapa menghina kalian, ia merugi. Meski diberi gunung dari emas, aku tidak akan menyakiti salah seorang dari kalian. Kembalikan hadiah-hadiah ini kepada dua orang utusan Quraisy. Demi Allah, aku sama sekali tidak membutuhkan hadiah-hadiah ini!"

Demikianlah, akhirnya kedua utusan Quraisy yaitu Amr bin Al Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah pun kemudian keluar dari ruang pertemuan tersebut dengan penuh kekecawaan. Selanjutnya, kaum muslimin pun bisa tinggal di Habasyah dengan penuh ketenangan dan diperlakukan dengan baik di sana sampai Yatsrib berubah menjadi negeri muslim, barulah mereka tinggalkan Habasyah dan berhijrah ke sana.


Wallahu a’lam.

**********


REFERENSI:
Ibrahim Al ‘Ali, Shahih As Sirah An Nabawiyyah, (Amman: Daarun Nafaais, 2010), hlm..103-105